Kamis, 23 Maret 2017

Tugas 4 ( SAP 4 ) - Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial

SAP 4 - Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor - Faktor yang mempengaruhi Etika Manajerial

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif (banyak). Menurut penelitian, seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Sementara yang puas, hanya akan menyebarkan kepada 3 orang disekitarnya. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang. Perilaku etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Bisnis apapun, tentu akan melalui tahap-tahap sebelum akhirnya bisa dinikmati oleh publik. Salah satu prosesnya adalah produksi dan pemasaran.

Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan.

Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Produksi adalah tahapan yang cukup penting dalam proses bisnis. Dimana pebisnis bisa menuangkan idenya dalam sebuah produk yang siap dipasarkan. Sementara pemasaran bisa dikatakan salah satu urat nadi dalam pencapaian hasil. Segala macam produksi atau output dengan hasil terbaik, tidak akan optimal diserap oleh konsumen jika teknik dan pelaksanaan pemasarannya tidak bagus.
Berbagai cara bisa dilakukan dalam memasarkan suatu produk sehingga sampai di tangan konsumen. Salah satu yang memiliki peranan penting saat ini adalah penggunaan iklan. Iklan akan dianggap sebagai metode yang ampuh untuk menyebarluaskan informasi kepada khalayak mengenai suatu produk yang dihasilkan dalam bisnis.

Dibalik keberhasilan iklan dalam mendongkrak penjualan produk dalam bisnis, terselip beberapa permasalahan yang bermuara pada persoalan etika. Etika yang dimaksud adalah content serta visualisasi iklan yang dianggap sebagai pembodohan serta penipuan terhadap konsumen.
Beberapa permasalahan terkait dengan iklan dan etika dalam berbisnis dapat diurai menjadi beberapa permasalahan sebagai berikut:

• Iklan yang ditampilkan tidak mendidik
• Iklan yang ditampilkan cenderung menyerang produk lain.

Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi.

Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.

A.  PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen secaraotomatis terlindungi dari kerugian sehingga pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlu mengambil langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas mendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu, adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang berpartisipasi dalam pasar.
Berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh kehidupan semua manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diharapkan bahwa dituntut untuk menawarkan sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak sekadar menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan. Termasuk didalamnya para pelaku bisnis dilarang untuk menawarkan sesuatu yang dianggap merugikan manusia.

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Itu berarti pada akhirnya etika bisnis semakin dianggap serius oleh para pelaku bisnis modern yang kompetitif. Dengan kata lain, kenyataan bahwa dalam pasar yang bebas dan terbuka hanya mereka yang unggul, termasuk unggul dalam melayani konsumen secara baik dan memuaskan, akan benar-benar keluar sebagai pemenang. Maka kalau pasar benar-benar adalah sebuah medan pertempuran, pertempuran pasar adalah pertempuran keunggulan yang fair, termasuk keunggulan nilai yang menguntungkan banyak pihak termasuk konsumen.

B.  ETIKA IKLAN

Dalam periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat diperlukan untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di Indonesia bermoral dan beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat keprihatinan banyak orang. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara tidak sadar iklan yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan negaranya sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan media elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan tersebut menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk saingannya. Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan kebudayaan kita dan  bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang. Banyak sekali iklan yang tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di iklankan. Makin tingginya tingkat persaingan menyebabkan  produsen lupa atau bahkan pura-pura lupa bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah  produk.

C.  PRIVASI KONSUMEN

Yaitu kepercayaan konsumen mengenai kinerja pihak lain dalam suatu lingkungan selama transaksi atau konsumsi.

D.  MULTIMEDIA ETIKA BISNIS

Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill commu­nications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio, internet provider, event organizer, advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai  saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.
Etika berbisnis dalam multimedia didasarkan pada pertimbangan:
Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya termasuk corporate governance, kebijakan keputusan, manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta kode etik.
Tanggung jawab sosial, yang merujuk pada peranan bisnis dalamlingkungannya,   pemerintah   lokal   dan   nasional,   dan   kondisi   bagi hak dan kepentingan stakeholder, yang ditujukan pada mereka yang memiliki andil dalam perusahaan, termasuk pemegang saham, owners, para eksekutif, pelanggan, supplier dan pesaing.

Etika dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku bisnis khususnya multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh stakeholder, termasuk di dalamnya production house, stasiun TV, radio, penerbit buku, media masa, internet provider, event organizer, advertising agency, dll.

E.  ETIKA PRODUKSI

Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.

F.  PEMANFAATAN SDM

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.

Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.

Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
Maka Untuk mengatasi masalah ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya  tersebut maka solusinya adalah dengan melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan. Keberhasilan upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat terwujudnya kemandirian bangsa.

G.  ETIKA KERJA

Adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.

H.  HAK-HAK PEKERJA

Hak dasar pekerja mendapat perlindungan atas tindakan PHK
Hak khusus untuk pekerja perempuan
Hak dasar mogok
Hak untuk membuat PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
Hak dasar pekerja atas pembatasan waktu kerja, istirahat, cuti dan libur
Hak pekerja atas perlindungan upah
Hak pekerja untuk jaminan sosial dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Hak pekerja untuk hubungan kerja

I.  HUBUNGAN SALING MENGUNTUNGKAN

Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.

J.   PERSEPAKATAN PENGGUNAAN DANA

Pengelola perusahaan mau memberikan informasi tentang rencana penggunaan dana sehingga penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang return dan resiko. Rencana penggunaan dana harus benar-benar transparan, komunikatif dan mudah dipahami. Semua harus diatur atau ditentukan dalam perjanjian kerja sama penyandang dana dengan alokator dana.


Opini :

Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan, sehingga tercipta hubungan bisnis yang saling menguntungkan.

Tugas 3 ( SAP 3 ) - Model dan Faktor Pendukung Beretika dalam Bisnis

SAP 3 - Model dan Faktor Pendukung Beretika dalam Bisnis


  • Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
  • Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut:
  • Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
  • Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
  • Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.

  • Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
  • Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
  1. Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
  1. Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
  1. Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
  1. Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
  • Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
  • Strategi dan Performasi
Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
  • Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
  • Budaya Organisasi (Perusahaan)
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.

Opini :
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Leadership diharap mempunya keempat faktor pendukung untuk menuju etika berbisnis yang baik dan benar. Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Inilah yang harus berusaha diwujudkan oleh Leader dalam suatu organisasi atau perusahaan. Perilaku para individu ini juga tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Dengan kombinasi yang tepat maka akan terwujud pula bisnis yang diharapkan sesuai dengan tata aturan etuika yang tepat sesuai dengan aturan etika berbisnis yang ada.

Tugas 2 ( SAP 2 ) - Prinsip Etis dalam Berbisnis serta Etika dalam Lingkungan Perusahaan

SAP 2 - Prinsip Etis dalam Berbisnis serta dalam Lingkungan Perusahaan 

PRINSIP OTONOMI
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas dalam melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggung jawab atas tindakannya. Dapat dikatakan bahwa orang yang menganggap serius nilai dan prinsip moral lainnya yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya. Bagi dunia bisnis, otonomi dengan ketiga unsurnya merupakan prinsip yang sangat penting.
Pertama, dengan otonomi setiap pelaku bisnis, dan juga setiap karyawan pada segala jenjang, diperlakukan sebagai manusia bermoral, yang mampu mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang baik serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya itu.
Kedua, prinsip ini pun sangat sejalan dengan tuntutan bisnis modern yang menekankan pemberdayaan pelaku bisnis dan semua karyawan pada segala jenjang jabatan. Prinsip otonomi sangat sesuai dengan tuntutan persaingan bisnis yang ketat dimana setiap pelaku bisnis dituntut untuk bisa mengambil keputusan dan bertindak dalam waktu yang tepat.
Ketiga, tanggung jawab moral juga tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan, artinya yaitu apakah keputusan dan tindakan bisnis yang diambil secara sadar dan bebas tadi, dari segi kepentingan pihak – pihak terkait itu, dapat dipertanggung jawabkan secara moral.
PRINSIP KEADILAN
            Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat di pertanggung jawabkan. Demikian pula, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing – masing. Keadilan menuntut agar tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
PRNSIP KEJUJURAN
            Prinsip ini memang problematik karena masih banyak pelaku bisnis yang mendasarkan kegiatan bisnisnya pada tipu – menipu atau tindakan curang, entah karena situasi eksternal tertentu atau karena dasarnya memang ia sendiri suka tipu – menipu. Dalam 3 lingkup kegiatan bisnis dibawah ini bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan pada prinsip kejujuran, bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilannya.
Pertama, kejujuran relavan dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian an kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing – masing pihak tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak itu dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan masing – masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing masing pihak selanjutnya.
Kedua, kejujuran juga relavan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Sebagaimana sudah dikatakan dalam bisnis modern penuh persaingan, kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok. Kenyataan bahwa semakin banyak konsumen Indonesia lebih suka mengkonsumsi produk luar negri menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak begitu percaya kepada bangsanya sendiri. Pengusaha luar negri lebih bisa dipercaya karena dengan jujur menawarkan barang dengan kualitas yang baik, yang tidak akan mudah menipu konsumen, dan sebaliknya pengusaha Indonesia sulit dipercaya kejujurannya. Ini menyakitkan, tapi menunjukkan bahwa kejujuran adalah prinsip yang justru sangat penting dan relavan untuk kegiatan bisnis yang baik dan tahan lama.
Ketiga, kejujuran juga relavan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Maka, kejujuran dalam perusahaan justru adalah inti dan kekuatan perusahaan itu. Kejujuran dalam perusahaan hanyan mungkin terjaga kalau ada etos bisnis yang baik dalam perusahaan itu, kalau ada standar – standar moral yang jelas, kalau karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi, kalau karyawan diperlakukan sebagai manusia yang punya hak – hak tertentu, kalau sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya.
HORMAT PADA DIRI
            Prinsip hormat pada diri sendiri sama artinya dengan prinsip menghargai diri sendiri, bahwa dalam melakukan hubungan bisnis, manusia memiliki kewajiban moral untuk memperlakukan diirinya sendiri sebagai pribadi yang memiliki nilai sama dengan pribadi lainnya.
HAK DAN KEWAJIBAN
            Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lainnya atau terhadap masyarakat. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Ada berbagai macam hak, yaitu hak legal dan hak moral.
Hak legal adalah hak didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak legal berasal dari undang – undang, peraturan hukum atau dokumen legal lainnya. Hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral belum tentu merupakan hak legal juga.
Hak moral merupakan produk suatu keadaan historis dan sosial yang tertentu. Hak hanya ada karena berkaitan dengan sejumlah aturan yang berlaku dalam masyarakat atau periode sejarah tertentu.
Perlu diakui bahwa memang sering terdapat hubungan timbale balik antara hak dan kewajiban, tapi tidak bisa dikatakan bahwa hubungan itu mutlak dan tanpa pengecualian. Tidak selalu kewajiban satu orang sepadan dengan hak orang lain. Sering kali ada kewajiban moral tanpa ada hak yang sepadan dengannya, setiap orang mempunyai kewajiban moral untuk bersikap murah hati.
TEORI ETIKA LINGKUNGAN
            Manusia memiliki pandangan tertentu pada alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Apapun pandangan yang dikembangkan tentang alam, sekarang sudah semakin umum diterima bahwa sikap dan perlakuan baik manusia terhadap alam tidak boleh hanya didasarkan pada kenyataan bahwa lingkungan itu penting dan bermanfaat bagi manusia. Dari beberapa pandangan etika yang telah berkembang tentang alam, disini akan dibahas 3 teori utama, yaitu :
Antroposentrisme ( antropos = manusia ) adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusi dan kepentingannya. Jadi, pusat pemikiran adalah manusia. Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, karena mengandaikan kedudukan dan peran moral lingkungan hidup yang terpusat pada manusia.
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Teori biosentrisme yang disebut juga intermediate environmental ethics, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kedudukan manusia dan makhluk – makhluk hidup yang lain di bumi ini. Pada intinya teori biosentrisme berpusat pada komunitas biotis dan seluruh kehidupan yang ada didalamnya.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan teori etika lingkungan biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas biologis, baik yang hidup maupun yang tidak. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bhwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda – benda abotik lainnya saling terkait satu sama lain. Ekosentrisme disebut juga deep environmental ethics, ini adalah suatu paradigm baru tentang alam dan seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
PRINSIP ETIKA DILINGKUNGAN HIDUP
Prinsip etika dilingkungan hidup digunakan sebagai pedoman untuk melakukan perubahan perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi agar pro lingkungan sebagai soulusi krisis lingkungan saat ini.
  1. Prinsip hormat terhadap alam.
Manusia sebagai anggota komunitas ekologi harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis tersebut. Manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya.
  1. Prinsip tanggung jawab.
Manusia dituntut untuk mengambul prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Berarti kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
  1. Prinsip solidaritas kosmis.
Prinsip ini membangkitkan rasa sepenanggungan dan mendorong manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam, seperti halnya tidak akan merusak kehidupannya sendiri. Prinsip ini berfungsi mengontrol perilaku manusia dalam batas – batas keseimbangan kosmis.
  1. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam.
Prinsip ini menghapus sifat diskriminasi dan dominasi manusia terhadap makhluk lainnya. Kasih sayang dan kepedulian menyadarkan bahwa semua makhluk hidup di alam ini mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
  1. Prinsip “ No harm “.
Prinsip ini menjadi dasar perilaku manusia untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain, sebagaimana manusia tidak dibenarkan secara moral untuk melakukan tindakan – tindakan yang merugikan sesame manusia.
  1. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Prinsip ini melandasi pola hidup baru, menggantikan pola hidup yang materialistis, konsumtif, dan eksploitatif.
  1. Prinsip keadilan.
Prinsip ini memasuki wilayah politi ekologi, dimana pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan publik lingkungan hidup dan dalam memanfaatkan sumber daya alam serta jasa lingkungan.
  1. Prinsip demokrasi.
Prinsip ini selaras dengan hakikat alam yaitu keanekaragaman dan pluralitas. Paradigm pembangunan berkelanjutan hanya mungkin diterima kalau pembangunan dipahami sebagai berdimensi plural.
  1. Prinsip integritas moral.
Prinsip yang berkaitan dengan integritas moral pejabat public. Selama pejabat public tidak mau bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakannya yang merugikan lingkungan hidup, lingkungan hidup akan tetap dirugikan.

Opini :
hormat pada diri sendiri sama artinya dengan prinsip menghargai diri sendiri, bahwa dalam melakukan hubungan bisnis, manusia memiliki kewajiban moral untuk memperlakukan diirinya sendiri sebagai pribadi yang memiliki nilai sama dengan pribadi lainnya. Jika kita sudah bisa memulai dengan hal hormat pada diri sendiri, maka kita akan lebih mudah untuk menghargai orang lain, dengan begitu menjalankan prinsip - prinsip yang disebutkan diatas juga akan lebih mudah, karena kita sudah mengaplikasikannya terlebih dahulu. Dengan menjalankan prinsip - prinsip yang sudah disebutkan, maka pengelolaan bisnis akan berjalan dengan benar, tanpa ada hal - hal negatif yang terkandung didalamnya. Maka akan tercipta situasi bisnis yang selaras di lingkungan perusahaan tempat bisnis kita berjalan.

Rabu, 22 Maret 2017

Tugas 1 ( SAP 1 ) - Definisi Etika Bisnis

SAP 1 - Definisi Etika Bisnis


  1. HAKEKAT MATA KULIAH ETIKA BISNIS
          Hakekat etika bisnis menurut Drs. O. P. Simorangkir yaitu menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis. Etika bisnis merupakan unsur penting karena dapat melanggengkan suatu bisnis, atau bahwa etika merupakan prasyarat tumbuhnya sikap-sikap moral, khususnya sikap saling percaya, jujur, adil, dan tanggung jawab.
2. DEFINISI ETIKA DAN BISNIS
A. ETIKA
          Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi lain. Magnis-Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran. Dalam bahasa Nietzsche, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan buka moralitas hamba. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung jawabkan.
B. BISNIS
          Bisnis sering dilukiskan sebagai “ to provide products or services for s profit “. Menyediakan suatu produk atau jasa secara percuma tidak merupakan bisnis. Itulah sebabnya bisnis selalu berbeda dengan karya amal. Menawarkan sesuatu dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi dalam rangka promosi, untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming-iming publik. Tetapi, kalau begitu, tetaplah tujuannya mencari calon pembeli dan karena itu tidak terlepas dari pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis, pemberian dengan gratis hanya dilakukan untuk kemudian menjual barang itu dengan cara besar-besaran. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus memperoleh keuntungan finansial.
 3. ETIKA MORAL, HUKUM DAN AGAMA
          Pada prinsipnya hubungan antara etika dan moralitas berada pada spektrum kurang-lebih atau lebih kurang. Hal yang tidak ada pada etika justru kekhasan moralitas, sebaliknya yang tidak ada pada moralitas justru merupakan kekhasan etika. Etika memang lebih dari moralitas karena etika menyodorkan pengertian yang lebih mendasar dan mendalam atas pertanyaan mengapa kita harus hidup sesuai dengan normal moral tertentu. Namun sebaliknya etika juga kurang dari moralitas karena bukan etika, melainkan moralitaslah yang menentukan apa yang semestinya kita lakukan dan apa yang wajib kita tabukan.
          Seperti etika, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum bahkan lenih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu, bila terjadi pelanggaran. Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah : Quid leges sine moribus?, “apa artinya undang-undang, kalau tidak disertai moralitas?” Etika selalu menjiwai hukum. Baik dalam proses terbentuknya undang-undang maupun dalam pelaksanaan peraturan hukum, etika atau moralitas memegang peranan penting. Hukum dan etika kerap kali tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Memang benar ada hal-hal yang diatur oleh hukum yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan etika. Walau terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam norma ini tidak sama.
          Di samping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang moral. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa alasan. Pertama, banyak hal yang bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adala ilegal juga. Menipu teman waktu main kartu atau menyontek waktu mengerjakan ujian sekolah merupakan perbuatan tidak etis, tetapi dengan itu orang tidak melanggar hukum. Hukum tidak perlu dan bahkan tidak bisa mengatur segala sesuatu demikian rupa sehingga tidak akan terjadi perilaku yang kurang etis. Kedua untuk perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya memakan waktu lama, sehingga masalah –masalah baru tidak segera bisa diatur secara hukum. Ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sendiri sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikad buruk bisa memanfaatkan celah-celah hukum (the loopholes of the law). Peraturan hukum yang dirumuskan dengan cara teliti sekalipun, barangkali masih memungkinkan praktek-praktek kurang etis yang tidak bertentangan denga huruf hukum. Keempat cukup dekat dengan itu. Bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang tidak ditegakkan akan ditaati juga. Kelima untuk seperlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didefinisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral.
          Etika dan agama sebagai ajaran atau pandangan-pandangan yang menuntun para pemeluknya agar mencapai kebahagian hidup di akhirat yang berawal dari kehidupan fana di dunia ini. Di sini, etika sama sekali tidak dapat menggantikan agama, namun sekaligus juga tidak bertentangan dengan agama. Secara hakiki, etika membantu para pemeluk duatu agama agar memahami secara mendalam dan mendasar mengapa mereka menjadi pemeluk suatu agama tertentu atau mengapa justru ajaran agama tentu yang dianut, bukannya ajaran agama lainnya. Lebih dari itu, etika membantu para pemeluk agama agar berisikap secara tepat terhadap ajaran agama-agama lain dan tidak serta-merta menolak atau mencap ajaran agama lain itu sebagai “yang lain” sama sekali karena berbeda dari ajaran agama yang dianut dan diamini. Pada tataran ini, kaum agamawan wajib beretika. Mereka dituntut untuk merefleksikan secara kritis dan sistematis semua ajaran agama yang dianut dan yang diterima sebagai penentu baik atau buruknya perilaku seorang umat dalam perjalanannya menuju persatuan abadi dengan Sang Khalik. Walaupun demikian, etika adalah etika. Etika bukan ajaran moral, karenanya tidak bisa menggantikan norma atau ajaran agama apapun juga.

4. KLASIFIKASI ETIKA
          Menurut Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, dalam bukunya yang bejudul “Hukum dan Etika Bisnis” etika diklasifikasikan menjadi 5 yaitu :
A. Etika Deskriptif
          Etika deskriptif yaitu etika di mana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara turun-temurun.
B. Etika Normatif
          Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi acuan bagi masyarakat umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.
C. Etika Deontologi
          Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau pihak lain.
D. Etika Teleologi
          Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompokkan menjadi dua macam yaitu :
  • Egoisme
          Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
  • Utilitarianisme
          Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.

E. Etika Relatifisme
          Etika relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok parsial dan kelompok universal atau global. Etika ini hanya berlaku bagi kelompok parsial, misalnya etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak atau masyarakat yang bersifat global.

5. KONSEPSI ETIKA
          Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain, antara lain :
A. Utilitarianisme
          Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar.
B. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
          Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan.
C. Etika Kewajiban dan Etika Hak 
          Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika, Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
D. Etika Moralitas
          Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
          Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung untuk memilih konsep mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.

Opini :
Etika merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari - hari, karena etika adalah sesuatu yang akan menentukan tentang apa yang akan kita lakukan dan apa yang akan orang lain pikirkan tentang apa yang telah kita lakukan. Etika akan menentukan bagaimana diri kita dimata orang lain, itulah yang kita temukan sehari - hari mengenai etika. begitupun dalam berbisnis, etika bukan hanya tentang kebiasaan yang seseorang lakukan, tetapi didalam melakukan bisnis mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Karenanya, etika akan menjadi lebih luas pengertiannya. Dengan adanya etika bisnis ini, akan mengajarkan kita tentang pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku di tengah masyarakat.