KPK masih selidiki keterlibatan sejumlah politikus di korupsi e-KTP
Kamis, 30 Maret 2017 08:24Reporter : Salviah Ika Padmasari
Saut Situmorang di Makassar. ©2017 Merdeka.com
Merdeka.com - Dalam kasus korupsi e-KTP senilai Rp 2,3 triliun sempat beredar luas deretan nama politikus yang disinyalir menerima aliran dana. Mulai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menkumham Yasonna Laoly hingga Ketua DPR Setya Novanto disebut-sebut terima ribuan dolar Amerika dalam korupsi berjamaah tersebut.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang hanya mengungkapkan butuh waktu untuk membuktikan keterlibatan deretan nama pejabat ternama di dalam negeri ini.
"Mengenai sejumlah nama yang di sebut itu di kasus E-KTP itu juga masih butuh proses untuk membuktikan keterlibatan mereka. Apakah memang kena di unsur pasal 55 nya atau berperan serta atau kah tokohnya. Ini kan butuh waktu semuanya. Karena kalau uangnya besar maka tentu saja kapitalisasinya besar dan yang terlibat juga besar," ujar Saut usai menghadiri workshop pemantapan pemeriksaan dan entry meeting pemeriksaan LKPD TA 2016 Perwakilan BPK RI wilayah Timur di Hotel Clarion, Makassar, Rabu, (29/3).
Praktik korupsi, lanjut Saut, ia ibaratkan sebagai setan yang mengganggu muslim ketika menjalankan salat lima waktu. "Ibaratnya salat lima waktu. Supaya kita bisa menang melawan kuasa yang membuat kita korupsi yah harus terus diingatkan oleh salat lima waktu," tutur Saut.
Dalam kasus korupsi e-KTP, tambah Saut, dari awal mula sudah timbul niat tak baik dari oknum terkait. "Dari awal sudah ada niat jeleknya dan sudah ketahuan. KPK mencari yang jelek itu," ucapnya.
Meskipun banyak sejumlah kasus korupsi yang telah diungkap, Saut tak menampik masih ada pejabat yang bersih dari korupsi. Namun, setelah ditelusuri hal itu berbanding terbalik dengan kinerja pejabat tersebut.
"Ada orang yang tidak korupsi tapi tidak kerja. Yang seperti itu tidak bisa dipenjara tapi orang seperti itu tidak efisien. Jadi memang banyak hal yang masih harus dipelajari bersama-sama," tandasnya.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang hanya mengungkapkan butuh waktu untuk membuktikan keterlibatan deretan nama pejabat ternama di dalam negeri ini.
"Mengenai sejumlah nama yang di sebut itu di kasus E-KTP itu juga masih butuh proses untuk membuktikan keterlibatan mereka. Apakah memang kena di unsur pasal 55 nya atau berperan serta atau kah tokohnya. Ini kan butuh waktu semuanya. Karena kalau uangnya besar maka tentu saja kapitalisasinya besar dan yang terlibat juga besar," ujar Saut usai menghadiri workshop pemantapan pemeriksaan dan entry meeting pemeriksaan LKPD TA 2016 Perwakilan BPK RI wilayah Timur di Hotel Clarion, Makassar, Rabu, (29/3).
Praktik korupsi, lanjut Saut, ia ibaratkan sebagai setan yang mengganggu muslim ketika menjalankan salat lima waktu. "Ibaratnya salat lima waktu. Supaya kita bisa menang melawan kuasa yang membuat kita korupsi yah harus terus diingatkan oleh salat lima waktu," tutur Saut.
Dalam kasus korupsi e-KTP, tambah Saut, dari awal mula sudah timbul niat tak baik dari oknum terkait. "Dari awal sudah ada niat jeleknya dan sudah ketahuan. KPK mencari yang jelek itu," ucapnya.
Meskipun banyak sejumlah kasus korupsi yang telah diungkap, Saut tak menampik masih ada pejabat yang bersih dari korupsi. Namun, setelah ditelusuri hal itu berbanding terbalik dengan kinerja pejabat tersebut.
"Ada orang yang tidak korupsi tapi tidak kerja. Yang seperti itu tidak bisa dipenjara tapi orang seperti itu tidak efisien. Jadi memang banyak hal yang masih harus dipelajari bersama-sama," tandasnya.
KPK masih rahasiakan kasus korupsi yang lebih besar dibanding e-KTP
Kamis, 16 Maret 2017 17:41Reporter : Septian Tri Kusuma
e-KTP. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus korupsi yang merugikan negara, termasuk kasus korupsi mega proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo sesumbar akan membongkar kasus korupsi lainnya yang lebih besar ketimbang korupsi e-KTP.
Namun, lembaga antirasuah ini enggan menjelaskan secara rinci kasus apa yang dimaksud Agus tersebut.
"Kita akan cek lagi nanti. Apakah besarnya itu terkait sebaran korupsinya atau total kerugian negara," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah saat berada di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/3).
Namun, dirinya mengaku akan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait hal itu.
"Nanti akan kami umumkan seperti (kasus korupsi) e-KTP ini," kata Febri.
Sebelum diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo meminta dukungan masyarakat dalam pengusutan kasus-kasus korupsi. Termasuk mega korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dan sejauh ini disebut sebagai korupsi terbesar.
Agus mengisyaratkan, bakal ada kasus korupsi lebih besar yang akan dibongkar KPK. Karena itu dia meminta restu dan dukungan rakyat.
"Rp 2,3 triliun hanya salah satu kasus, yang lebih besar juga ada. Kami mohon dukungannya agar lancar," ungkap Agus saat menjadi keynote speaker dalam diskusi di Auditorium Perbanas Institute, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (15/03).
Agus menjelaskan, kasus lebih besar dari e-KTP dilihat dari sisi kerugian negara. Namun, jumlah pelaku tidak sebesar kasus megakorupsi e-KTP.
"Duitnya yang besar, ada yang kerugiannya lebih besar, tapi pelakunya tidak sebesar yang hari ini," jelas Agus saat akan meninggalkan lokasi diskusi.
Namun mantan Kepala LKPP ini masih menutup rapat kasus korupsi yang lebih besar dari e-KTP. Agus tak ingin dianggap membuat kegaduhan baru dan dinilai bermuatan politis.
"Enggak boleh melempar isu nanti dikira saya berpolitik," paparnya.
Lembaga antirasuah berkomitmen menuntaskan semua kasus korupsi. Agus yakin mendapat restu Tuhan untuk menyelesaikan kasus korupsi.
"Ya saya dan para pimpinan ingin ini tuntas walaupun ini bukan pekerjaan yang lari jarak pendek, tapi ini maraton. Insya Allah, Tuhan beri izin untuk membongkar kasus ini tepat seperti yang diharapkan," ucap Agus.
Namun, lembaga antirasuah ini enggan menjelaskan secara rinci kasus apa yang dimaksud Agus tersebut.
"Kita akan cek lagi nanti. Apakah besarnya itu terkait sebaran korupsinya atau total kerugian negara," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah saat berada di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/3).
Namun, dirinya mengaku akan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait hal itu.
"Nanti akan kami umumkan seperti (kasus korupsi) e-KTP ini," kata Febri.
Sebelum diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo meminta dukungan masyarakat dalam pengusutan kasus-kasus korupsi. Termasuk mega korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dan sejauh ini disebut sebagai korupsi terbesar.
Agus mengisyaratkan, bakal ada kasus korupsi lebih besar yang akan dibongkar KPK. Karena itu dia meminta restu dan dukungan rakyat.
"Rp 2,3 triliun hanya salah satu kasus, yang lebih besar juga ada. Kami mohon dukungannya agar lancar," ungkap Agus saat menjadi keynote speaker dalam diskusi di Auditorium Perbanas Institute, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (15/03).
Agus menjelaskan, kasus lebih besar dari e-KTP dilihat dari sisi kerugian negara. Namun, jumlah pelaku tidak sebesar kasus megakorupsi e-KTP.
"Duitnya yang besar, ada yang kerugiannya lebih besar, tapi pelakunya tidak sebesar yang hari ini," jelas Agus saat akan meninggalkan lokasi diskusi.
Namun mantan Kepala LKPP ini masih menutup rapat kasus korupsi yang lebih besar dari e-KTP. Agus tak ingin dianggap membuat kegaduhan baru dan dinilai bermuatan politis.
"Enggak boleh melempar isu nanti dikira saya berpolitik," paparnya.
Lembaga antirasuah berkomitmen menuntaskan semua kasus korupsi. Agus yakin mendapat restu Tuhan untuk menyelesaikan kasus korupsi.
"Ya saya dan para pimpinan ingin ini tuntas walaupun ini bukan pekerjaan yang lari jarak pendek, tapi ini maraton. Insya Allah, Tuhan beri izin untuk membongkar kasus ini tepat seperti yang diharapkan," ucap Agus.
Tanggapan :
Solusi terbaik memberantas korupsi :
1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan Gaji Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi dsb.
3. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
4. Melaksanakan Evaluasi , Pengendalian dan Pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.
Korupsi bisa dikatakan sudah menjadi budaya di masyarakat kita, karena dalam kehidupan sehari - hari pun praktek korupsi secara tidak sadar kita lakukan dalam kegiatan kita, tidak hanya korupsi uang tetapi korupsi waktu pun juga termasuk korupsi yang dimaksudkan dalam kecurangan. 4 hal diatas adalah dasar yang harus dilakukan dalam kegiatan untuk memberantas korupsi. Menurut saya, hal yang paling dasar yang harus dilakukan untuk membenahi kasus korupsi adalah perbaikan dari dasar diri pribadi kita sebagai masyarakat, karena korupsi bisa terjadi berawal dari adanya kesempatan kita untuk melakukannya ditambah dengan adanya dukungan - dukungan dari pihak yang juga ingin melakukan korupsi. Mereka yang melakukan korupsi adalah mereka yang tidak puas dengan hasil yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka masing - masing, mereka merasa, mereka berhak untuk mendapatkan lebih tanpa harus bekerja lebih keras lagi, atau dengan kata lain mereka menginginkan hal yang instan. Setiap masyarakat harus tahu apa saja kewajiban dan hak nya masing - masing.
Yang harus ditingkatkan dalam penanganan kasus korupsi adalah adanya Hukum yang jelas yang dapat menjerat pelaku dan membuatnya jera melakukan korupsi. Hukuman itu harus jelas dan sesuai jangan ada kesenjangan atau perbedaan dalam pengaplikasiannya, siapapun mereka yang melanggar harus dihukum sesuai dengan apa yang dilakukannya. Bagi penegak Hukum seharusnya juga didukung oleh jajarannya atau mereka yang kita sebut pemerintah atau Wakil kita dipemerintahan, jangan mendukung mereka yang menguntungkan kita secara pribadi.